CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE

CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE

CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE
CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE

Demi kakak ipar rela melepaskan keperawananku – Cerita dewasa – Bokep indo – Cerita sex

Sejak Bapak meninggal 7 tahun lalu dan Ibu meninggal 7 tahun yang lalu, aku tinggal bersama kakak sulungku, Mbak Mira.

Rumah orang tuaku di Madiun terpaksa dijual.

Uangnya kami bagi bertiga, Mbak Mira, Mbak Mona, dan aku, Mila.

Rumah itu hanya laku Rp. 6,5 juta. Waktu itu aku masih kelas 3 SMA.

Masing2 kebagian Rp. 2 juta, sisa Rp.500 ribu dimasukkan ke bank untuk memperbaiki makam kedua orang tua dan biaya keselamatan.

Ketika menerima uang waris Rp. 2 juta, aku sengaja menyimpan Rp. 1 juta sebagai deposito di bank, sedangkan sisanya kubelikan TV. Sebab aku ingin punya TV sendiri dikamar tidurku.

Begitu lulus, aku pergi ke Sarangan bersama Anton, pacarku yang sekelas denganku. Ditempat rekreasi itulah aku memadu kasih dengan Anton.

Entah bagaimana mulanya, setelah aku dicium dan diremas-remas payudaraku, aku seperti terhipnotis dan terbuai dengan segala rayuannya, sehingga aku menuruti saja ketika Anton mengajakku memasuki kamar hotel di Sarangan, aku tidak menolaknya.

Bahkan ketika di dalam kamar tidur, Anton mulai kembali dengan cumbuannya dan remasan2 hangatnya yang benar2 membuatku tak berdaya dan diam saja saat Anton mulai melepas satu demi satu pakaianku.

Aku hanya bisa merasakan desah nafasku yang semakin tidak beraturan dan seluruh tubuhku benar2 di luar kendaliku.

Saat tangan Anton semakin bergerak leluasa ke bagian2 sensitif tubuhku, aku semakin pasrah dan menikmati seluruh kecupan hangat, remasan2 yang luar biasa nikmatnya.

Hingga akhirnya seluruh pertahananku jebol setelah penis Anton dengan cepatnya masuk dan merenggut keperawananku.

Namun semuanya tak kupikirkan terlalu lama karena aku benar2 sangat menikmatinya saat penis Anton mulai bergerak maju-mundur, turun-naik, sehingga membuat liang vaginaku mengeluarkan cairan kenikmatan.

Tubuhku terhempas ke ranjang karena puncak orgasme yang kurasakan saat itu.

Lemas, mataku berat, dan akhirnya aku tertidur di dalam pelukan Anton kekasihku.

Noktah merah yang seharusnya kupersembahkan buat suamiku, akhirnya keberikan lebih awal kepada Anton, pacarku sekaligus calon suamiku kelak.

Aku ingat Anton kembali melakukan persetubuhan denganku hingga lebih dari 3 kali pada hari itu, aku benar2 dibuat takluk dengan keperkasaan seksualnya.

“Tak usah memikirkan keperawanan. Jaman sudah maju, manusia tidak butuh keperawanan, melainkan kesetiaan”, kata Anton setelah berhasil mengambil keperawananku.

Aku juga masih ingat ketika Anton memberiku uang Rp.10 ribu.

“Ini untuk beli jamu”, katanya singkat.

Hampir saja aku melempar uang itu ke wajahnya.

Tetapi Anton keburu mencium pipiku, keningku dan tengkukku sehingga aku tidak bisa marah atas sikapnya tadi.

Benar dugaanku. Setelah peristiwa itu Anton tidak muncul2. Hampir 2 minggu aku menunggu, tak kelihatan juga batang hidungnya.

Akhirnya aku memaksakan untuk datang ke rumahnya di jalan Borobudur.

Betapa terkejutnya aku, ketika ibunya bilang Anton sudah berangkat ke Jakarta, untuk mengadu nasib di sana.

Niat hati ingin menyampaikan masalah ini kepada ibunya bahwa aku dan Anton telah berbuat layaknya suami istri. Tetapi mulutku tidak bisa bersuara.

Aku hanya menahan nafas dan mengehembuskannya dalam2. Saat paling membuatku berdebar-debar adalah saat aku

tidak mengalami menstruasi.

Aku kalut, Beberapa macam pil yang disebut orang2 bisa untuk menggugurkan kandungan, kuminum.

Tetapi aku tetap terlambat datang bulan.

Aku makin kalut.

Apalagi aku harus hengkang dari rumah, karena rumah kami sudah laku dijual.

Aku harus ke Surabaya, tidak ada jalan lain.

Bulan ke 2 aku lewati dengan mengurung diri di kamar di rumah Mbak Mira, kakak sulungku.

Di rumah ini tinggal juga suaminya, Mas Sancaka, dan anak tunggalnya Sarma, yang masih balita.

Selain itu ada pula Mas Sudrajat, adik Mas Sancaka, yang hingga kini masih hidup membujang.

Sebulan dirumah Mbak Mira, aku sudah tidak bisa menyembunyikan diri lagi.

Ketika Mbak Mira tidur aku mengutarakan permasalahanku ini kepada Mas Sancaka, dan berharap dia bisa memeberikan jalan keluar terbaik bagiku.

“Besok kamu ikut aku. Kita harus menggugurkan anak haram itu”, kata Mas Sancaka.

“Dan Mbak Mira tidak perlu tahu musibah ini”, tambahnya. “Kamu masih punya uang simpanan?”, katanya.

“1 juta”, jawabku singkat.

“Besok pagi kita ambil, kekurangan biar aku yang tanggung”, kata Mas Sancaka.

Keesokan harinya aku dibawa ke dokter yang ada dikawasan lokalisasi di Surabaya.

Di tempat yang tidak terlalu luas itu, kandunganku digugurkan.

“Biayanya Rp. 1,6 juta, itu belum termasuk biaya kamar, biaya perawatan, dan obat2an.

Siapkan saja uang sekitar Rp. 2 juta”, kata dokter yang merawatku kepada Mas Sancaka.

Aku memandangi Mas Sancaka untuk meminta reaksi atas ucapannya tadi malam.

“Ya, Dok. Ini kami membawa uang Rp. 1 juta, nanti saya akan ambil uang di ATM untuk melengkapi seluruh biayanya”, kata Mas Sancaka kepada dokter, sembari melirikku.

Lega rasanya aku dibantu kakak iparku.

Aku punya harapan untuk kuliah kembali, agar jadi ‘orang’.

Uang 1 juta kuserahkan, dan dalam waktu 10 menit aku sudah tidak sadarkan diri.

Ketika aku bangun, aku telah berada di ruangan yang sama sekali tidak aku kenal.

Ada seorang perawat disini.

“Jangan bergerak dulu ya jeng” kata perawat itu yang kira2 berusia 40 tahun.

Kemudian dia menyeka keringatku dan meneyelimutiku dengan baju putih.

Tak lama kemudian Mas Sancaka datang dan membawa buah-buahan untukku.

Aku tersenyum kepadanya. Diapun membalas senyumku. Diusapnya rambutku, dan diciumnya keningku.

“Sus, meski kami menggugurkan kandungannya, tetapi kami ingin tetap menikah.

Kami hanya merasa belum siap saja. Saya ingin Mila menjadi istri kedua”, kata Mas Sancaka kepada perawat itu, tanpa meminta persetujuanku kalau aku pura2 jadi WIL-nya.

Sehari kemudian aku pulang.

Tetapi tidak diijinkan untuk pulang ke rumah Mbak Mira oleh Mas Sancaka.

Aku justru dibawanya ke hotel.

“Kenapa disini, Mas?” tanyaku.

“Kamu masih kelihatan pucat. Jangan pulang dulu, kamu tidur disini sekitar 3 sampai 4 hari dulu, nanti baru pulang. Lagian Mas Sancaka sudah bilang ke Mbak Mira, bahwa kamu balik ke Bandung untuk keperluan menjenguk saudara”, katanya.

Aku mengikuti saja sarannya tsb.

Hari2 pertama Mas Sancaka bersikap sopan kepadaku, Dia tampak mengasihiku.

Tetapi, pada hari kedua, Mas Sancaka mulai berubah, setelah berbaringan di sebelah tubuhku, Mas Sancaka secara mengejutkan memintaku untuk memegang ‘senjatanya’.

“Aku nggak kuat, Mila. Tolong kamu pegang penisku sampai ‘keluar’, agar kepalaku tidak pusing.

Mbakyumu sedang menstruasi.

Jadi aku tidak melakukan hubungan badan selama dua hari ini, biasanya kami melakukannya setiap hari”, begitu kata Mas Sancaka kepadaku.

Ingin rasanya aku menolak, tetapi bagaimana lagi?

Mas Sancaka telah begitu baik kepadaku. Kupikir tidak ada salahnya aku melakukannya sekali ini untuk membalas kebaikan2 Mas Sancaka, Dengan malu2 aku melakukan apa yang dimintanya.

Kulihat penis Mas Sancaka masih tertidur, panjangnya lumayanlah.

Aku mulai mengusap-usap batang penis Mas Sancaka secara lembut.

Sedikit demi sedikit aku mulai melihat reaksinya, Penis Mas Sancaka mulai mengembang dan membesar, tanganku merasakan penisnya yang bergerak-gerak hingga akhirnya tidak bisa bergerak lagi, karena seluruh batang penisnya telah tegang dengan sangat kerasnya.

Mas Sancaka kulihat memejamkan matanya menikmati permainan ini, aku semakin berani untuk memainkan penisnya, kuusap, kugosok dengan jariku dan terakhir aku mulai mengocok penis Mas Sancaka secara turun naik.

Kulihat tubuh Mas Sancaka kadang2 menggeliat merasakan kenikamatan ini.

Sampai akhirnya tubuh Mas Sancaka mengejang, penisnya terasa panas sekali, kulihat kepala penisnya kini berubah warnanya menjadi sangat merah dan berdenyut-denyut.

Mas Sancaka memejamkan matanya, bibirnya seperti menggigit menahan sesuatu yang amat luar biasa, dalam hitungan detik, tiba2 aku melihat cairan kental menyemprot deras keluar dari batang penisnya Mas Sancaka, cairan spermanya muncrat banyak sekali seiring dengan itu tubuhnya berkelejat-kelejat sampai spermanya habis.

Tubuhnya jatuh lunglai dan kulihat wajah Mas Sancaka tersenyum puas.

Perlahan aku membersihkan tubuhnya yang belepotan sperma, kubersihkan dengan perlahan sambil memijat tubuh Mas Sancaka hingga akhirnya Mas Sancaka tertidur di ranjangku.

Di hari kedua aku benar2 tidak mampu menolak permintaannya, saat aku sedang mandi tiba2 pintu kamar mandiku diketok oleh Mas Sancaka.

Ketika kubuka, tiba2 Mas Sancaka menerkamku dengan buasnya.

“Kalau kamu tidak melayaniku, maka kasus pengguguran ini akan kuberitahukan kepada Mbak Mira”, ancamnya.

Maka aku tidak mampu menolak keinginannya ini.

Semalaman itu aku harus melayani Mas Sancaka ronde demi ronde.

Sejak saat itu aku semakin tidak punya keberanian untuk menolak keinginan Mas Sancaka untuk mencicipi kehangatan tubuhku yang masih sintal, dan rapatnya liang vaginaku, karena aku memang belum pernah melahirkan.

Perbuatannya ini tidak hanya dilakukan di hotel saja, tetapi sudah mulai berani dilakukan di rumah Mbak Mira.

Hampir Setiap tengah malam menjelang pukul 3 pagi, Mas Sancaka selalu mengendap-endap menuju kamarku dan mengetuk kamar tidurku untuk meminta jatahnya.

Karena aku takut suatu waktu akan ketahuan akibat Mas Sancaka mengetuk pintuku maka aku setiap tidur tidak pernah mengunci kamar tidurku.

Yang membuatku semakin tertekan adalah, pada suatu hari tubuhku serasa tertindih sesuatu, ketika aku membuka mataku alangkah kagetnya aku, karena yang menindih tubuhku adalah Mas Sudrajat, adik Mas Sancaka.

Aku ingin berteriak, tetapi Mas Sudrajat menutup mulutku sambil mengancam “Awas, kamu tidak perlu berteriak, Jika tidak saya akan melaporkan perselingkuhan kamu dengan Mas Sancaka kepada Mbak Mira.

Aku telah mengetahui kejadian ini sejak minggu lalu, lalu apa salahnya jika kamu melakukannya kepadaku juga”, ancamnya.

Sejak saat itu aku menilai Mas Sudrajat sama bejatnya dengan Mas Sancaka.

Hingga hampir setiap hari aku melayani dua pria.

Antara pukul 12 malam sampai pukul 1.30 pagi aku melayani Mas Sudrajat, dan Antara pukul 3 pagi sampai pukul 4 pagi aku harus bergumul dengan Mas Sancaka.

Tubuhku benar2 sebagai pelampiasan nafsu kedua saudara iparku.

Bahkan menurutku Mas Sudrajat adalah orang paling bejat didunia, ia bahkan menceritakan perselingkuhan kami kepada Mas Suwono yang tinggal di jakarta.

Ketika suatu saat Mas Suwono menginap di rumah Mbak Mira.

Dia tidak tidak sungkan2 masuk kekamarku malam hari bersama dengan Mas Sudrajat untuk kembali merasakan kehangatan tubuhku.

Malah pernah suatu kali ketiganya berkumpul dikamarku dan benar2 menguras seluruh tenagaku, hingga aku pernah pingsan menahan kenikmatan yang tanpa hentinya dari ketiga saudara iparku yang menggilirku secara bergantian.

Hingga akhirnya puncak dari seluruh kenikmatan tersebut adalah kelelahan yang luar biasa, aku knock out alias KO!

Lebih celaka lagi ketika suatu saat Mbak Mira datang kekamarku dan menemukan CD suaminya ada dikamarku Aku sangat yakin Mbak Mira mengetahui kalu suaminya sering masuk ke kamarku.

Mbak Mira hanya diam saja. Dia hanya melemparkan CD suaminya itu kewajahku.

Dan sejak itulah Mbak Mira jarang mengajakku bicara. Ketika kuceritakan kepada Mas Sancaka, Diluar dugaan dia berkata, “Mila, Mbak Mira sudah tidak kuat lagi melayani nafsuku, pernah kusampaikan aku punya pacar seorang janda muda, dia diam saja”, kata Mas Sancaka.

Aku tercenung. Napasku terasa berhenti di tenggorokan. Kasihan Mbak Mira.

Tetapi siapa yang menaruh rasa belas kasihan kepadaku?

Aku telah melayani nafsu biadab ketiga saudara iparku. Ingin rasanya aku lari minggat dari rumah Mbak Mira.

Tetapi kemana aku harus menetap?

Aku tidak ingin menjadi seorang Wanita Tuna Susila, dan aku sudah tidak memiliki uang pula untuk menyambung hidup jika aku minggat.

Sampai akhirnya sedikit demi sedikit keberanianku benar-benar hilang sama sekali.

Dan hingga sampai kini aku masih harus tetap melayani nafsu binatang ketiga lelaki iparku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

CERITA SEX - BOKEP - BOKEP INDO - BOKEP SANGE © 2024 Frontier Theme